Aku Memilihmu, Islam Indonesia (Part II)

Bagi yang berkenan membaca tulisan ini, luruskan persepsi dulu ya. Tulisan ini dibuat bukan untuk menjelek-jelekkan antar golongan, tetapi aku hanya ingin berbagi pengalaman saja. Aliran yang aku bahas pun hanya aliran-aliran yang pernah aku terjun di dalamnya.

SI (Syarikat Islam), saat aku anak-anak

Pada dasarnya orang tuaku tidak pernah mengatakan bahwa beliau berdua merupakan anggota dari SI. Akan  tetapi orang tuaku adalah orang desa yang manut pada Kyai, dan kebetulan Kyai di tempatku waktu itu adalah anggota SI (sekarang Kyai tersebut sudah meninggal, dan digantikan dengan Kyai anggota ormas NU). Jika sekarang ditanya tentang ormas apa yang diikuti orang tuaku pun, mungkin beliau berdua hanya akan menjawab sing penting manut Kyai.

Meski di kampungku masyarakatnya mayoritas menganut SI, tapi hampir semuanya ketika memondokkan putra-putrinya adalah di pondok-pondok berbasis NU. Dikarenakan memang saat itu (mungkin sampai saat ini) sepengetahuanku tidak diketahui pondok-pondok yang berbasis SI. Sebagian besar anak di kampungku mondok di daerah Jawa Timur (Kediri, Jampes, Trenggalek), dan Jepara. Begitupun kedua orang tuaku yang waktu itu memondokkan putri sulungnya di pondok berbasis NU di daerah Trenggalek, Jawa Timur (Ponpes Hidayatut Thulab), ini pertama kalinya aku mulai mengenal adanya macam-macam ormas Islam di Indonesia.

Di kampungku (baca : SI), untuk bacaan-bacaan sholat sama dengan bacaan-bacaan NU (aku tahu ini setelah aku mondok). Untuk rukun, sunnah dan lain sebagainya pun sama. Hal ini dikarenakan kitab yang dijadikan acuan pun sama. Imam madzab yang diikuti pun sama, sama-sama Imam Syafi'i. Selain itu budaya tahlil, maulidan, ngapati dan mitoni bagi ibu hamil, mitung dino, 40 dino, 100, nahun, dan mendak (kalau orang pondokan mengenalnya dengan istilah Haul) bagi orang yang meninggal pun adalah ibadah dan budaya yang dikerjakan di desa kami. Termasuk acara syukuran jika memiliki rumah baru, kendaran baru atau dapat rezeki yang banyak.

Sekolah-sekolah swasta di lingkunganku pun banyak yang bercorak SI. Sekolah yang bercorak SI biasa memiliki nama akhiran Cokroaminoto. Di setiap kecamatan di Kabupatenku hampir seluruhnya ada sekolah yang berlabel Cokroaminoto, bahkan tak sedikit sekolah-sekolah yang berlabel Cokroaminoto menjadi sekolah favorit pada waktu itu.  Tetapi berbeda dengan sekolah NU yang mengajarkan mata pelajaran keaswajaan atau sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan kemuhammadiyahan, sekolah SI hanya mengajarkan mata pelajaran agama seperti layaknya madrasah negeri. Hal inilah yang mungkin menyebabkan ormas ini kehabisan kader dikarenakan anggotanya tidak dikenalkan dengan SI itu sendiri. Begitu pun aku yang dulu sekolah di MI Cokroaminoto I Badamita, sama sekali tidak pernah dikenalkan tentang SI. Masih teringat mata pelajaran yang dipelajari pun hanya mata pelajaran umum ditambah mata pelajaran agama yang sama dengan mata pelajaran agama di madrasah yang berstatus negeri seperti aqidah akhlak, bahasa arab, fiqih, dan SKI.

Baru kemudian setelah dewasa aku baru tahu, bahwa dulu aku adalah anggota dari ormas SI. dan aku tahu pula bahwa ajaran ibadah maupun muamalah ormas SI sama dengan ajaran dan muamalah ormas NU. Meski saat kuliah ada teman dari PMII yang mengatakan bahwa SI saat ini pun sudah terpecah menjadi SI putih dan SI hitam. Dan melihat aktivitas ibadah dan muamalah yang ada di kampungku temanku mengatakan bahwa SI di tempatku adalah SI putih (sampai sekarang aku belum tahu perbedaan antara keduanya).

Aku mengikuti ibadah dan muamalah sesuai ajaran SI ini hingga aku duduk di bangku madrasah tsanawiyah.

Sebagian orang memang tidak mengenal SI, karena saat ini ormas ini hampir mati. Meski di beberapa daerah ormas ini masih berjalan sebagaimana mestinya. Tentang SI hanya ini saja yang bisa aku tulis. Jika ada pertanyaan lebih detail, silahkan tulis di bagian komentar.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer